Senin, 18 Maret 2013

MUTIARA SURAH YUSUF


Tema Surah Yusuf

1. 1-3 Pendahuluan:
a.  1. Huruf potong
b. 2. Qur’an bahasa Arab
c.  3. Berikan cerita terbaik
2. 4-6 Mimpi anak:
a.  4. Mimpi itu pesan Ilahi (ibrah 1, rekayasa Tuhan 1)
b. 11 planit, mt hari, dan bulan hormat (ibrah 2),
c.  5. jangan ceritakan bisa upaya jahat (kayd), i3
d. 6. Ujian dan memilih Yusuf, mengajarkan tanda zaman spy bijak, memberi nikmat yg sempurna (bijak: memahami dan merespons) i4.
3. 7-18 Yusuf disingkirkan saudara-saudaranya
a.  7-8 Memandang ayah mendeskriminasi anak (tidak boleh iri-mengiri/bersaing tdk sehat) i5
b. Yusuf diri,
c.  9-10 diputuskan tidak dibunuh tetapi dienyahkan (i 6)
d. 11-14 tipuan terhadap ayah untuk melepas Yusuf (la ta’manna/bohong itu terlihat pada penampilan kurang wajar: monyong; main2/makan2). i 7
”nanti dimakan serigala” = ngajarin bohong. i 8
e.  15 dibawa, dilemparkan dasar sumur
f.    16-18 tipu muslihat pembunuhan (damin kazib) i 9
4. 19-22 Yusuf selamat
a.  19 diselamatkan kafilah (rekayasa: sembunyikan takut diketahui sbg penculik: waasarruhu bidha’ah ... wasyarauhu bitsaman bakhs...wa kanu min al-zahidin) i 10
b. 20 dijual dan dibeli pembesar Mesir
c.  21-22 menikmati kesenangan hidup dan diberi kenabian (akrimi matswahu … nattakhizahu waladan: jangan terlalu takut dianiaya org, kadang itu tangga sukses) i 11
5. 23-29 Rayuan ibu angkat isteri pembesar (ghallaqat al-abwab... hayta lak: org asing dalam rumah itu riskan) i 12
a.  23 Cinta dan rindu dendam ibu angkat
b. 24 ”Dunia tidak jadi terbakar” (hamma/t lawla an ra’a burhan rabbihi= godaan wanita hanya dg tangan Tuhan: rekayasa Tuhan 2) i 13
c.  25 Baju koyak (makna baju robek di belakang) i 14
d. 26-27 Pengakuan Yusuf dan kesaksian orang bijak
e.  28-29 Nasehat pembesar kepada Yusuf dan penyalahan sang isteri. i 15
6. 30-35 Gosip dan Jamuan makan yang berkesan
a.  30 Gosip melanda kota
b. 31 Penanganan gosip dengan tipuan (tempat lesehan dengan buah dan pisau: menyayat tangan) i 16
(dahsyat bila tersinggung / laki2 juga punya daya tarik bg perempuan)
c.  32 Sumpah sang isteri (ikuti atau penjara/hina) i 17
d. 33-35 Memilih penjara daripada perbuatan terkutuk
7. 36-42 Dalam penjara
a.  36 Mimpi dua teman (rekayasa Tuhan:3). i 18
b. 37 Janji akan takwilkan sebelum makanan tiba
c.  38-40 dakwah Yusuf. i 19 (jangan sia2kan kesempatan utk dakwah)
d. 41 takwilnya dan kenyatannya
e.  42 janji teman yang keluar agar ceritakan tentang dia kepada raja: lupa itu krn perbuatan syaitan (wazkur rabbaka iza nasita- wa imma yanzaghannaka - innallazina taqaw iza massahum tha’ifun min al-syaithan. i 20
8. 43-53 Mimpi raja dan kebebasan Yusuf
a.  43-44 Mimpi 7 sapi gemuk dan 7 bulir gandum dan 7 kering dimakan sapi kurus. Rekayasa Tuhan 4: i 21
b. 45-46 teman selamat teringat dan menemuinya
c.  47-49 7 th biasa dan simpan, 7 th paceklik, setelah itu makmur
d. 50 Diundang tidak datang sebelum masalah pr itu diklirkan. (jangan terima saja sblm diri dibersihkan) i 22
e.  51-53 para pr ditanya; pengakuan tulus isteri (i 23)
9. 54-57 Yusuf menjadi pejabat negara
a.  54 Yusuf dikeluarkan
b. 55 Minta jabatan (kalau mampu boleh/ bersaing dg baik) i 24
c.  56-57 Balasan dunia: jabatan; balasan akhirat lbh baik (Yusuf dapat 2nya)
10.                  58-101 Pertemuan Yusuf dengan keluarga
a.  Pertemuan I: 58-62 Pertemuan pertama: beri cukup makanan dengan permintaan agar saudaranya diikutsertakan, barang barteran dikembalikan. (bujuk dg hasil besar) i 25 (meminta banytuan itu harus dengan tanda tulus yaitu hdih smmpu kita).
b.  
c.  63-65 banggakan hasil mereka lalu Minta izin ayah bawa Benyamin, ayah ingatkan dosa lama mereka bawa Yusuf (Ya’kub tidak terpengaruh hasil besar) i 26 (tidak ada pemberian yang tulus dalam politik). I 27 Melepas Bnyamin
66 isin dengan janji
d. Pertemuan II: 67-68 nasehat masuk dari pintu2 yang berbeda: penyamaran/taktik dalam berpolitik perlu. i 28 
e.  69 beritakan Benyamin. Lobi2 perlu i 29 30: dalam pol tdk boleh lugu, 31 lempar batu sembunyi tangan. 32 Jebakan yang mmubat ngaku sendieri. 33. Rekayasa pura2 periksa. 34 tega tddk kabulkan 35 Kewluarga segala21nya. 36 rasa malu tumbuhkan,
f.    70-82 Rekayasa agar Benyamin dapat tinggal (move2 politik: masukkan literan tuduh nyuri) i25
g. 83-87 Kesedihan Ya’kub
h. 88-90: Pertemuan III: pengakuan Yusuf
i.     91 pengakuan saudara2. Pengakuan kalah (gentlement) dalam politik i26
j.     92-96 kesembuhan Ya’kub
k. 97-98 permohonan dimintai ampun
l.     99-101 boyongan ke Mesir: pengampunan lawan2 i27
11.                  102-111 Iktibar dari kisah Yusuf
a.  102-110 Kekuasaan Allah
b. 111: Iktibar kisah

Tema Surah:
Manusia penuh rekayasa dan politik dalam hidupnya, namun tujuan dan cara harus baik. Politik dan rekayasa yang tidak baik akan dihadapi Allah dengan politik dan rekayasa yang lebih canggih untuk kemenangan kebenaran.

Mutiara Surah al-Nahl


MUTIARA SURAH AL-NAHL
ADA EMPAT KATA KUNCI (PERSOALAN POKOK) isi Surah al-Nahl:
Kiamat, kuasa Allah, al-Qur’an dan Islam.
Pesannya: kiamat pasti datang tidak perlu diminta-minta; yang diperlukan adalah persiapan untuk menghadapi kiamat atau kematian itu.

Allah Mahakuasa mewujudkan kiamat/kematian itu. Buktinya: Ia mampu menciptakan alam semesta beserta segala isinya yang sekaligus merupakan nikmat bagi manusia.

Begitu juga mengenai al-Qur’an: ia bisa menciptakan dan menurunkannya kepada Nabi-Nya. Oleh karena itu jangan ragukan Kitab Suci itu, imani, dan bergabunglah ke dalam Islam supaya memperoleh keselamatan di dunia dan di akhirat.

Sekali lagi bergabunglah ke dalam Islam. Islam adalah agama tauhid yang berasal dari Allah, diberikan pertama kali kepada Ibrahim, diteruskan oleh nabi-nabi berikutnya terutama Nabi Musa dan Nabi Isa, dan diterima kembali Nabi Muhammad. Dasar agama itu adalah segala kuasa Allah dan nikmat-Nya, seperti segala bunga yang menjadi sumber madu lebah. Ajaklah manusia ke dalamnya, tetapi ajakan itu harus dengan bijak dan penuh kasih sayang. Bila Islam didakwahkan dengan penuh bijak dan kasih saying, maka ia akan bermanfaat luar biasa sebagaimana madu lebah.

1 : Jangan minta-minta azab dipercepat
2 – 8: kuasa Tuhan ciptakan (beri) nikmat
9 : Tujulah (carilah/dekatilah) Tuhan
10 – 16: kuasa Tuhan ciptakan (beri) nikmat
17 - 25: hanya Allah yg pantas dipertuhan
            17: Pencipta tdk sama dg yang dicipta
            18: Nikmat yang diciptakan tdk akan bisa dihitung
            19: kuasa Tuhan mngetahui yang nyata dan tersembunyi
            20-21: “tuhan-tuhan” itu tdk ada yang bisa mencipta, semuanya itu mati
            22-23: Tuhan itu Esa, yg tidak imani tanda hati bermasalah, sombong
            24-25: pengingkaran terhadap Q berdosa yang ditanggung sendiri dan yang disesatkan
26: umat-umat terdahulu dimusnahkan karena pembangkangan dan di hari kiamat diazab
27-32: suasana kiamat bagi yang iman dan yang ingkar
33-34: berimanlah sebelum azab/kiamat itu datang
35-40: helah kaum kafir bahwa Allah yang mengendaki mereka demikian, dan bantahannya rasul telah diturunkan, dan mereka telah bekerja dengan baik, mereka saja yang tidak mau menerima

Mutiara Surah al-Sajdah


MUTIARA AL-QUR’AN

Ayat 1-2: Keotentikan Al-Qur’an dari Allah swt.
Ayat 1, karena hanya Allahlah hanya yang mengetahui maknanya, mendorong manusia untuk mengikuti dan mendalami apa pesan Allah pada ayat-ayat berikutnya. Pesan itu adalah (ayat 2) bahwa Al-Qur’an itu turun bertahap yang berasal dari Tuhan yang Maha mencipta dan Maha Mengelola alam ini. Allah dengan demikian Mahakuasa, termasuk dalam menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya. Karena itu imanilah.
Ayat 3: Tuduhan terhadap Al-Qur’an dan Bantahan terhadapnya
Allah bertanya, “Apakah mereka menuduh Al-Qur’an itu diada-adakan oleh Nabi-Nya?” Tuduhan itu tidak layak sama sekali dikemukakan, karena ia kebenaran sejati “dari Tuhan-Mu, ya Muhammad,” menyapa Nabi-Nya untuk membelanya. Bukti bahwa Kitab itu kebenaran sejati, ia dijadikan bahan peringatan olehnya bagi kaumnya, bangsa Arab, yang sebelumnya belum pernah kedatangan seorang pemberi peringatan pun. Diharapkan Kitab itru dapat menjadi petunjuk bagi mereka dan dari sana menunjuki seluruh alam.
Ayat 4-9: Penguatan Bantahan dengan Mengemukakan Bukti-bukti Kekuasaan Allah
Allah yang menurunkan Al-Qur’an itu adalah Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi beserta kosmos yang mengantarainya (ayat 4). “Langit” adalah alam semesta (universe). Sebagaimana diketahui alam semesta itu berisi 1011 (100M) galaksi, dan satu galaksi berisi 1011 tatasurya, dan 1 tatasurya berisi 8 planet, dan 1 planet memiliki 1 sampai 12 satelit (bulan). Dan alam semesta itu sendiri bukanlah hanya satu, tetapi banyak sekali (dalam Al-Qur’an disebut “tujuh” yang dapat berarti “tak terhingga”).
Selesai menciptakan, Ia duduk di singgasana-Nya. Maka mulailah Ia mengatur alam-alam itu. Kemampuan pengaturan itu begitu cepatnya dimana satu hari dilukiskan sama dengan seribu tahun dalam hitungan manusia (ayat 5). Pengaturan itu dilakukan oleh petugas-petugasnya yaitu para malaikat. Allah tahu baik yang tak terindera, seperti para malaikat itu dan kerja mereka sebagai pelaksana pengaturan, dan alam yang nyata sebagai yang diatur (ayat 6).
Bukti lain kuasa Allah adalah penciptaan segala sesuatu secara sempurna, termasuk penciptaan manusia (ayat 7). Penciptaan manusia dijelaskan secara khusus, sekali lagi untuk menunjukkan kuasa-Nya, yaitu Ia menciptakannya dari tanah mengandung air (thin). Itu adalah Adam. Selanjutnya anak cucunya diciptakan-Nya dari saripati tanah itu (sperma dan ovum) (ayat 8). Allah kemudian memberi manusia itu pendengaran, penglihatan, dan hati, yang membuatnya menjadi makhluk istimewa. Menjadi makhluk istimewa, yang diberi tanggung jawab sebagai khalifah dengan kebebasan memilah dan memilih, manusia itu seharusnya bersyukur kepada-Nya sebagai Pemberi, tidak malah membangkang kepada-Nya, di antaranya dengan menuduhkan yang bukan-bukan kepada Kitab Suci-Nya itu (ayat 9).  
Ayaat 10-14: Keingkaran berikutnya dari Orang-orang kafir Makkah dan Bantahan terhadapnya
Keingkaran itu tertuju kepada hidup sesudah mati. Mereka memustahilkan kemungkinan hidupnya manusia kembali setelah hilang menjadi tanah. Pernyataan itu langsung dijawab, bahwa sebenarnya mereka sadar telah bergelimang dosa lalu ingin menghindari pertanggungjawabannya di hadapan Allah (ayat 10). Allah menegaskan bahwa siapa saja akan dicabut nyawanya oleh malaikat maut, kemudian dihidupkan kembali, lalu dihadapkan kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya (ayat 11).
Allah kemudian menyapa Nabi-Nya, Muhammad saw., untuk dirasakan lebih menyakitkan bagi orang-orang kafir, bahwa orang-orang kafir itu nanti di akhirat akan menyesal lalu menundukkan kepala dan mengakui bahwa azab yang diancamkan kepada orang kafir, dan surga bagi orang beriman, itu benar adanya. Mereka pun menyatakan iman mereka dan mohon dapat dikembalikan sebentar saja ke dunia untuk bisa berbuat baik (ayat 12). Namun Allah menyatakan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. Kesempatan untuk beriman dan berbuat baik sudah diberikan cukup sekali di dunia. Ia bisa membuat manusia beriman semuanya, tetapi Ia tidak mau melakukan demikian, Titah-Nya adalah memberi manusia kebebasan memilah dan memilih, dan berdasarkan pilihannya itulah Allah membalasinya. Mereka yang memilih dosa pasti dijebloskan ke dalam neraka Jahannam (ayat 13). Itulah akibat tidak mengakui kehidupan akhirat itu (ayat 14).
Ayat 15-17: Keberuntungan Orang yang Beriman
Sebaliknya mereka yang beriman mengakui sepenuhnya Al-Qur’an. Begitu yakinnya mereka sehingga mereka tersungkur sujud ketika ayat-ayat dibacakan (ayat 15, sunat sujud tilawah). Mereka mengurangi tidur dan banyak salat malam (tahajjud), berdoa, dan menelaah ayat-ayatnya. Siang hari mereka giat mencari rezeki dan menolong sesama (ayat 16). Maka balasan yang akan diberikan Allah adalah sesuatu yang luar biasa yang terbayangkan saja waktu di dunia tidak pernah (ayat 17).
Ayat 18-22: Perbandingan Orang yang Beriman dan Orang yang Fasik
Mereka tidak sama (ayat 18). Yang beriman akan masuk surga, itu adalah balasan perbuatan baik mereka (ayat 19). Yang fasik (tahu kebenaran tetapi dengan tegarnya melanggarnya) akan masuk neraka, itu adalah konsekuensi logis pengingkaran mereka terhadap segala yang disampaikan kepada mereka mengenai akhirat. Begitu dahsyat azab itu sehingga mereka selalu berusaha untuk keluar. Tetapi usaha itu tidak pernah berhasil, karena setiap mereka berusaha keluar, mereka dikembalikan lagi ke dalamnya (ayat 20). begitulah dahsyatnya azab akhirat. Sebelumnya mereka sudah diperingatkan dengan berbagai siksa dunia, yang merupakan azab kecil, dengan harapan mereka sadar, tetapi mereka tidak sadar-sadar juga (21). Mereka yang menolak kebenaran ayat-ayat Allah adalah manusia-manusia pedosa terberat (ayat 22).
Ayat 23-25: Persambungan Misi Nabi Muhammad dengan Misi Nabi Musa
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad bukanlah karang-karangan beliau, tetapi adalah wahyu Allah. Ajaran yang dibawanya adalah sambungan dari ajaran yang dibawa Nabi Musa. Bila Taurat adalah bimbingan bagi Bani Israil, Al-Qur’an adalah bimbingan bagi kaum Quraisy (ayat 23). Bila sebagian Bani Israil menolak ajaran yang dibawa Nabi Musa, kaum Quraisy hendaknya jangan bersikap demikian. Bila sebagian pemuka Bani Israil menerima Taurat, seluruh pemuka Quraisy diharapkan menerima Al-Qur’an (ayat 24). Nanti di hari akhirat mereka yang iman dan mereka yang kafir pasti dipisahkan tempat mereka. Karena itu nasib malang akan dirasakan orang menolak kebenaran, dan kebahagiaan akan diperoleh orang menerima kebenaran (ayat 25).
Ayat 26-27: Jadikanlah Alam Terkembang dan Alam Rohani sebagai Guru
Peristiwa masa lampau (sejarah) hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi manusia untuk beriman. Hal itu berbentuk kehancuran yang dialami bangsa-bangsa terdahulu yang hanya meninggaalkan nama dan puing-puing peradaban mereka yang sudah tinggi itu (ayat 26). Juga seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi manusia peristiwa-peristiwa alam, di antaranya hujan yang dapat membuat tanah yang mati menjadi subur (ayat 27). Pelajarannya adalah bahwa manusia yang sudah mati tidak mustahil bagi Allah menghidupkannya kembali, mungkin dengan meyiraminya dengan “air kehidupan”. Manusia jangan mengikuti sebagian kaum Quraisy yang berhati majal (tumpul) itu.
Ayat 28-30: Menyikapi yang Berhati Majal
Mereka yang sudah tak ada harapan lagi tidak menjadi sadar dengan pewristiwa-peristiwa sejarah dan alam itu. Mereka bahkan menantang kapan umat Islam itu menang, atau kapan kematian, atau kapan hari kiamat itu (ayat 28). Allah tidak menjawab pembangkangan mereka, tetapi menasehati agar segera beriman, karena kalau semua peristiwa itu datang, keimanan itu tidak akan diterima (ayat 29). Allah pun meminta Nabi-Nya, Muhammad saw., agar tidak menolerir pembangkangan itu. Cukuplah sudah upaya yang dilakukan, tinggallah sekarang menunggu saat yang dijanjikan dimana yang beriman akaan menerima imbalan kebaikannya dan yang kafir akan merasakan ganjaran kejahatannya (30).
Sebelum terlambat, sebagai tema pokok Surah ini, Imanilah Al-Qur’an dan laksanakanlah ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, agar selamat baik di dunia maupun di akhirat. Semoga!

Referensi:
Ibn Katsir. Tafsir Ibn Katsir.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
Yusuf Ali, ‘Abdullah. 1993. Qur’an, Terjemahan dan Tafsirnya. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Ciputat, 18 Januari 2013
Salman Harun

Jumat, 10 Agustus 2012

KESEWENANG-WENANGAN

-->
KESEWENANG-WENANGAN:
Bolehkah Membela Diri?

           
            Kekejaman dan pengusiran yang dialami oleh manusia jelas merupakan perkosaan atas hak-hak asasi manusia (HAM). Menghadapi hal itu Islam memiliki sejumlah ajaran, di antaranya Q. 22:39-40:
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka sungguh-sungguh telah dianiaya. Dan sungguh Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu,
40. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari negeri mereka tanpa alasan yang benar selain hanya karena mereka berkata, "Tuhan kami adalah Allah". Dan sekiranya Allah tidak membela sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah wihara-wihara, gereja-gereja, sinagog-sinagog, dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, telah dirobohkan. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,
               Ayat 39 merupakan izin pertama bagi umat Islam untuk berperang, setelah selama ini mereka harus menahan diri sekalipun sampai terusir dari kampung halaman mereka (Makkah), dan hijrah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dan agama mereka. Syarat diperbolehkannya mengangkat senjata itu adalah “bahwa mereka dizalimi”, jadi dalam rangka defensif sebagai upaya terakhir bukan untuk ofensif. Jangan takut membela diri itu, karena Allah akan membantu. Hal itu sekaligus merupakan pesan kepada agresor bahwa kekejaman dan ketiranian mereka akan dihadapi langsung oleh Tuhan Yang Mahakuasa, karena itu mereka akan kalah.
            Ayat 40 menjelaskan bentuk kezaliman yang dialami yang atas dasar itu izin untuk meembela diri diberikan: “diusir dari rumah atau negeri mereka tanpa dasar yang benar”. “Diusir” adalah puncak penindasan setelah terlebih dahulu mengalami berbagai macam kekejaman sehingga yang tertindas tidak tahan lagi lalu meninggalkan kampung halamannya. Penindasan tidak ada alasan apa pun untuk membenarkannya. Apalagi bila alasannya adalah perbedaan agama, karena kebebasan beragama merupakan hak asasi yang paling dasar yang diberikan Tuhan melekat pada diri manusia.      
            Penindasan yang latar belakangnya bermuatan agama adalah puncak kekejaman, oleh karena itu tidak bisa lagi dibiarkan. Oleh karena itulah Allah akan “membela sebagian dengan sebagian”. Maksudnya: Allah akan turun tangan membela yang ditindas dengan memunculkan sikap penentangan dari pihak lain karena penindasan itu bertentangan dengan hati nurani manusia. Ayat ini ditujukan kepada umat Islam. Oleh karena itu ayat ini sebenarnya sekaligus mengandung pesan pula kepada umat Islam agar berada terdepan dalam kelompok “sebagian” yang membela yang tertindas itu. Perjuangan mereka akan dibantu Allah, artinya akan memperoleh kemenangan. Hukum membantu perjuangan itu paling kurang fardhu kifayah. Membantu perjuangan untuk melepaskan diri dari penindasan balasannya adalah surga. Tetapi bila tidak ada yang membantu maka semua mereka masuk neraka.
            Bila tirani dibiarkan dan tidak ada yang membantu yang ditindas, maka “wihara-wihara, gereja-gereja, sinagog-sinagog, dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, telah dirobohkan”. Itu adalah puncak pemerkosaan hak-hak asasi manusia. Sebelumnya pasti sudah terjadi perkosaan atas hak berpendapat sehingga aspirasi politik mereka diberangus, hak bermata pencaharian sehingga bahkan pemilikan mereka dirampas, hak pendidikan sehingga mereka dikondisikan untuk tetap dalam kebodohan, dan hak untuk hidup sehingga dengan mudahnya nyawa mereka dihilangkan. Bila semua pelanggaran itu terus dibiarkan maka tirani akan melangkah lebih lanjut: melarang kebebasan beragama, bahkan akan menghancurkan rumah-rumah ibadat tempat nilai-nilai kemanusiaan dikumandangkan.
Bila nilai-nilai tidak lagi diajarkan dan tidak lagi diindahkan, maka hubungan antara manusia menjadi kacau, lalu timbul chaos, maka hilanglah eksistensi manusia di alam ini. Dengan demikian membiarkan kezaliman sama artinya dengan membiarkan manusia jahat menghancurkan alam ini. Rumah-rumah ibadat itu mewakili seluruh umat beragama di dunia. Dengan demikian semua umat beragama, apalagi umat Islam, perlu ikut berperan dalam membantu mereka yang tertindas melawan kesewenang-wenangan.
           
Ciputat, 8-8-2012
Salman Harun

Kamis, 26 Juli 2012

SETELAH IBADAH RITUAL, APA LAGI?


ISLAM: SETELAH IBADAH RITUAL, APAKAH LAGI YANG PERLU DIKERJAKAN?[1]
OLEH Prof. Dr. H. Salman Harun[2]

Islam is not merely a system of theology,  is a way of life and a complete civilization (H.A.R.Gibb)

               Yang perlu dilaksanakan adalah penerapan nilai-nilai yang diajarkan dalam ibadah-ibadah rittual itu.
               Syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, merupakan komitmen manusia untuk mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Salat dampaknya antara lain tercegahnya yang mengerjakannya dari perbuatan dosa (al-fahsya’) dan tidak pantas (al-munkar). Ketercegahan itu, sebagaimana dipahami dari hadis tidak secara serta merta tetapi lambat laun (satamna’uhu ‘akan mencegahnya’, tegas Rasulullah). Salat membentuk pribadi menjadi manusia baik.
               Zakat merupakan bukti baiknya seseorang dan menebarkan kebaikan kepada lingkungannya.
               Puasa melatih kesabaran, menahan diiri, dan menanamkan perasaan sayang kepada sesama makhluk terutama pada mereka yang masih berkekurangan.
Dan haji menanamkan perasaan persatuan antara suku dan bangsa di dunia ini dan menebarkan kebaikan di tingkat global.
               Ringkasnya, yang perlu dikerjakan setelah ibadah ritual adalah berbuat baik. Islam menghendaki pemeluknya menjadi manusia yang baik. Berbuat baik dalam Qur’an disebut ihsaan dan orang baik disebut muhsin. Ihsaan adalah membayar lebih dari seharusnya dan mengambil hak kurang dari seharusnya. Salat-salat wajib, misalnya, bila ditambah dengan salat-salat sunat, itu adalah ihsaan. Seorang pegawai, bila jam kantornya dari jam 9 sampai jam 16, bila ia datang jam 8 dan pulang jam 17, itu adalah ihsaan. Punya gaji Rp. 5 juta, disedekahkan Rp. 100 ribu, atau punya utang Rp. 1 juta dan ditambah bayarnya Rp.1.100 ribu, itu adalah ihsaan. Tetapi bila dikerjakan sebaliknya, itu adalah zalim. Orang Indonesia sekarang tampaknya banyak sekali yang zalim, karena punya hak Rp. 5 juta, misalnya, diambil milyaran, dan punya kewajiban pajak sekian misalnya, pajaknya itu dikemplang (dinegokan dengan pegawai pajak).
               Perbuatan baik yang perlu dikerjakan dalam Islam tentulah banyak sekali. Dalam kesempatan ini baiklah kita ambil perbuatan yang ditegaskan oleh Allah sebagai perbuatan ihsaan itu. Antara lain:
1.       Surah Bani Isra’il/17:23:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
               Setelah Allah menegeskan kewajiban beribadah kepada-Nya, Ia langsung menetapkan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua, yang menunjukkan begitu tingginya kedudukan orang tua itu. Ihsaan kepada orang tua, sesuai definisi di atas, tentulah misalnya memberikan bakti yang terbaik kepada ibu bapa kita.
Allah meminta secara khusus perhatian anak kepada kedua orang tuanya yang benar-benar telah tua. Frasa “di samping kalian” dalam ayat itu mengisyaratkan bahwa ibu bapa kita itu seharusnya dirawat di dalam rumah tangga kita sendiri, kurang bagus misalnya dimasukkan ke panti jompo kecuali bila terpaksa.
Perlakuan kepada orang tua juga harus sehormat dan sehalus mungkin, sehingga menunjukkan rasa kesal saja, kita tidak diperbolehkan, apalagi berkata kasar kepada mereka.
               Lebih dari itu, Allah meminta anak memberikan perlindungan penuh kepada orang tuanya (seperti burung menaungkan sayap untuk melindungi anak-anaknya). Perlindungan penuh tentu berarti membiayai sepenuhnya keperluan orang tuanya. (Di sini peranan ansuransi sangat penting).
2.      Surah Isra’/17:26
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Kerabat adalah orang yang ada hubungan darah dengan kita tetapi bukan ahli waris. Ahli waris adalah ayah dan ibu, suami atau isteri, dan anak. Saudara jadi ahli waris bila anak tidak ada. Di luar itu adalah kerabat.
Kerabat, menurut hadis, berhak dua hal atas kita: pemberian (sedekah) dan perhatian (silaturrahim). Juga pemberian sukarela dari ahli waris ketika pembagian warisan.
Orang miskin berhak atas zakat dan bantuan lainnya.
Ibnu sabil adalah orang terlantar di perjalanan, atau tamu. Mereka berhak atas bantuan kita menyampaikan mereka kembali ke tempat asalnya.
3.      Surah al-Nisa’/4:36:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Ihsaan terhadap orang tua, kerabat, dan orang miskin telah dibahas di atas.
Ihsaan terhadap anak yatim adalah mengasuhnya sampai dwwasa. Bila mereka punya warisan, itu harus dijaga sebaik-baiknya, jangan sampai termakan sedikit pun kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya pengasuh miskin: ia boleh mengambil sekedarnya. Juga perhatian secara umum terhadap mereka.
Ihsaan terhadap tetangga adalah perhatian penuh sebagaimana kepada keluarga sendiri seakan-akan bisa saling mewarisi). Nabi menegaskan bahwa berbuat jahat terhadap tetangga (berzina, mencuri, dsb) dihukum lebih berat dari hukuman melakukannya kepada 10 bukan tetangga. Dan ada tiga hak tetangga: hak sebagai keluarga, tetangga, dan seagama.
Teman di samping adalah isteri/suami, sesama penumpang dalam kendaraan, teman duduk dalam suatu pertemuan, atau rekan kerja. Ihsaan kepada mereka adalah dengan saling membantu.
“Yang berada dalam tangan” bisa berarti anak buah, pekerja, pembantu, atau budak. Hak mereka adaah: kesejahteraan, tidak memberi pekerjaan yang membahayakan, dan perlakuan yang manusiawi (seperti makan bersama).
4.      Surah al-Zukhruf/43:32:
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Dalam ayat itu Allah menegaskan bahwa rezeki manusia itu memang berbeda-beda, begitu juga kedudukan di antara mereka. Gunanya supaya ada yang melayani segenap segmen dan sektor pekerjaan dalam masyarakat.
5.      Surah al-Mumtahanah/60:6:
Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik (birr) dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Kata al-birr ‘berbakti’ biasanya digunakan untuk bakti kepada orang tua sendiri. Kata itu pula yang digunakan untuk berbuat baik terhadap non-muslim. Hal itu berarti bahwa perlakuan terhadap non-muslim dapat setingkat dengan perlakuan terhadap orang tua, dengan syarat umat Islam tidak diperangi dan diusir dari kampung halamannya karena latar belakang agama.

6.     Surah al-Hujurat/49:13:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Perbedaan gender, suku, dan bangsa itu dimaksudkan oleh Allah agar manusia bisa kenal-mengenal. Kenal-mengenal akan memberikan dampak positif di segala bidang. (Coba Anda bayangkan bila seseorang mengenal orang lain dengan baik. Begitu juga bila sebuah bangsa mengenal bangsa lain dengan baik. Apa yang akan terjadi? Keuntungan yang akan selalu meningkat dalam bidang apa pun: ekonomi, sosial, budaya, politik, dsb.!)  Semakin mengenal semakin besar dampak positif itu. Sebaliknya, ketersumbatan komunikasi akan menimbulkan konflik. Doktrin ini sudah diajarkan Islam semenjak lima belas abad yll.




[1] Disampaikan di acara buka bersama karyawan EPHINDO Jakarta 25 Juli 2012.
[2] E-mail: salmanhar2000@yahoo.com; blog: Salman Harun Institute. Blogspot.com.

Sabtu, 23 Juni 2012

AL-NISA’/4:5 WARISAN ANAK YATIM WAJIB DISERAHKAN


AL-NISA’/4:5
WARISAN ANAK YATIM WAJIB DISERAHKAN

Anak yatim perlu dilindungi, antara lain dengan menjaga warisannya dengan baik dan menyerahkannya kepadanya waktu ia dewasa (ayat 2). Harta itu dilarang diserahkan bila anak itu belum dewasa, karena ia pasti belum mengerti cara mengelola keuangan. Dinyatakan dengan “harta kalian” pada hal harta itu adalah harta anak yatim, adalah untuk menunjukkan bahwa kekayaan itu (sumber daya pada umumnya) harus bermanfaat untuk masyarakat. Sumber daya itu tiang kehidupan (qiyam) karena itu jangan dibuat percuma (tidak boleh ditimbun, dimonopoli, tetapi mengalir dengan diinvestasikan). Anak yatim dibiayai (pangan, sandang, dsb.) dari “dalam” harta mereka, yaitu dari keuntungannya. Berarti harta anak yatim itu perlu diinvestasikan. Modal mereka jangan tergerus kebutuhan dan inflasi. “Ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik” maksudnya perlakukan anak yatim dengan baik (Salman Harun).

AL-NISA’/4:4 SEPUTAR MAHAR

AL-NISA’/4:4
SEPUTAR MAHAR

“Berikanlah mahar perempuan-perempuan itu”, perintah memberikan dengan ungkapan aatuu, yang mengandung makna terjadinya pekerjaan antara dua pihak. Hal itu berarti bahwa mahar wajib dibayar suami dan harus sampai dan diterima isteri, tidak boleh ditahan atau dikurangi, misalnya, oleh wali.
Diungkapkannya mahar dengan kata shaduqaat, bukan “mahr” ‘mahar’, yang diderivasi dari kata dasar shidq ‘benar’, mengandung arti bahwa mahar itu merupakan bukti kebenaran cinta suami dan kebenaran keinginan dan kemampuannya bertanggung jawab. Mahar karena itu seharusnya sesuatu yang berharga, biasanya berupa logam mulia, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad saw. Mahar dalam bentuk logam mulia juga mengandung arti keabadian cinta, sebagaimana tidak lunturnya logam mulia tsb. (Mahar hanya dalam bentuk seperangkat alat salat dinilai terlalu menyederhanakan lembaga perkawinan).
“Sebagai pemberiasn tulus (nihlah)”. Nihlah dari nahl ‘lebah’ yang mempersembahkan madu: intisari berbagai bunga dan buah yang diambilnya tanpa merusaknya, steril, dan bermanfaat bagi manusia. Mahar hendaknya seperti itu pula: hasil jerih payah suami, bersih bukan hasil korupsi, dan bermanfaat bagi sang isteri. Mahar juga hendaknya diberikan dari lubuk hati yang suci dari suami.
“Jika mereka berbaik hati memberikan sebagiannya, makanlah dengan enak dan sedap!” Bila isteri dengan sukarela mau memberikan sebagian mahar kepada suami, itu dibolehkan (halal), dan nikmatilah tanpa ragu (Salman Harun).